Arbriterisme

Saya lahir di kediri, 12 tahun hidup di kediri tata dan gaya bahasa serta logat kulonan sudah menjadi ciri khas bagi warga disana. Tak jarang bahasa daerah di Indonesia meskipun sama sama jawa terkadang penggunaan bahasanya berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. Bahkan tak jarang penyebutan suatu benda atau fenomena itu berbeda. Ex: kediri :  mangga = pelem, sedang pasuruan : mangga = poh, kediri bakwan = ote ote, sedang pasuruan bakwan= weci, kediri : berbohong = ngapusi, sedang pasuruan berbohong = goroh, kediri = bersembunyi = ndelik, sedang pasuruan bersembunyi = singidan, kediri menempel = kelet, sedang pasuruan menempel = ceket, dan lain lain buanyak sekalii coy.

Lantas bagaimana jika perbedaan penyebutan seperti itu ada dalam bahasa indonesia yang mana bahasa indonesia adalah bahasa persatuan. Memang sih di Indonesia ada yang namanya diksi yakni pilihan kata. Tetapi kan meski begitu itu tetap dalam koridor KBBI dan tetap saja itu sama. Dan menurut saya itu ga mungkin itu terjadi dalam bahasa indonesia. Kecuali orang tersebut ngelantur seperti saya..

Suatu ketika di sekolahan saya menyaksikan teman saya berdebat.  Mereka berdebat tentang penyebutan suatu hal tentang sebuah kotak/kubus
Si A : ini namanya kotak
(Si B yang mendengar pernyataan itu tanpa intruksi langsung menolak)
Si B : tidak itu bukan kotak itu kubus.
Si A : ini kotak lihatlah bentuknya
Si B : bukan kok itu kubus kau ini bagaimana to !!
Si A : pokoknya saya menganggap ini kotak
Si B : saya juga tetap menganggap ini kubus.
(Perdebatanpun usai dan mereka semua benar, karena memang hal itu sama dan tidak perlu di perdebatkan)
Melihat perdebatan seru berakhir.. Temanku yang satunya lagi Si C dengan PDnya berkata. "Ini adalah lambang logo Emyu" ...
Si A dan Si B tidak terima, kemudian dia berkata “dasar anak anjing”. Wooy aku manusia woii.  Lalu si A berkata sesukaku dong aku menyebutnya apa..

hmmm akhir kata adalah sesukaku atau terserah aku.

sangat enteng .. Tetapi sah saja lho, ternyata dalam mata kuliah komunikasi organisasi memang telah dijelaskan bahwa dalam ilmu komunikasi ada yang disebut arbiterisme yaitu kesewenang wenangan dalam menggunakan bahasa. kita boleh saja bilang kursi adalah topi dan manusia adalah anjing karena dalam komunikasi manusia atau komunikator(orang yang berbicara) bebas menggunakan bahasa sesukanya.

Contoh tukang penebang pohon bisa saja di sebut pembunuh.. Maksudnya pembunuh pohon hehehe iyaa kan. terserah mereka yang menyebutnya.. Itulah arbriterisme

ini bisa jadi bahan jokes coy buat kamu.. Misal kamu di suruh ayahmu membuat kopi..lalu kamu menyuguhkan kopi dengan berkata "ini air hujannya yah" wkwk parah si bisa bisa di tempeleng kamu wkwk.  Maksud saya gini loh coy, memang kita sebagai komunikator dibolehkan sewenang wenang menggunakan bahasa tetapi, apakah maksud pesan yang kita sampaikan bisa diterima dalam keadaan sama oleh komunikan? Belum tentu kan.  Coba saat kita bermaksud bilang "A" tetapi komunikan(orang yang di ajak bicara/pendengar) menerima sebagai informasi "B". pasti komunikasi akan buruk dan terjadi salah faham atau gagal faham. Dengan penuturan yang jelas saja terkadang masih bisa disalah artikan bagaimana jika pakai arbriterisme

Jadi benar, bahwa komunikasi yang baik adalah ketika pesan yang diterima oleh komunikan sama persis dengan pesan yang di kirimkan oleh komunikator. sederhananya gunakan bahasa yang bisa dipahami dengan baik oleh orang yang mendengarmu. Namun jangan hina orang yang berbeda denganmu atau menggunakan istilah lain saat menyebut sesuatu, mungkin itu bahasa atau istilah yang ia pahami sejak lahir (wisdom). Kita hanya perlu sedikit belajar memahami untuk bisa dipahami pula. Sekian terimakasih seribu





Rik,
Pasuruan, maret 2020

Komentar