Redundans
Tahun 2010
adalah kehidupan saya yang menurut saya natural tanpa belenggu nestapa, saat
dimana hari minggu adalah hari paling saya sukai, ketika stik PS, bola, tv dan
kolam renang menjadi sangat mudahnya digunakan sebagai perangsang kebahagiaan
kala itu. Belum lagi betapa bahagianya
ketika pagi itu saya sempat ditemani film kartun spongeboob, rudy tabody(dunia kapur) atau captain tsubasa.
3 jam
kemudian….
Setelah
selesai menonton tayangan tv, saya langsung pergi kekamar mandi untuk bebersih
diri, tentunya menggunakan perlengkapan mandi dong. Eeeiits tunggu dulu, “kok
ada yang aneh” kata saya dalam hati. Bagaimana tidak, dari perlengkapan mandi mulai
sabun, pasta gigi (odol) semuanya berlabel merk iklan yang selama ini mengganggu
saya. Sabun LUX kala itu, odol pepsodent, sampo pantine. terkesan aneh ga sih....
Anehnya
lagi waktu itu nenek saya sering menyuruh saya beli deterjen .. bilangnya gini “ lee tumbasne rinso” , nak, belikan
rinso. Nah ,, kenapa kok rinso ? merk
deterjen kan banyak. Okey, anggap saja hal ini ada baiknya juga (bisa jadi fenomenologi yang saya alami saat itu, untuk memperkuat argumen saya sekarang), waktu itu memang saya beliin nenek deterjen merk DAIA. Pada akhirnya saya kembali dari toko dengan membawa
deterjen merk DAIA. Sesempai di rumah,
saya menanyakan pada nenek saya, apakah ini nek ? iyo bener, tukas nenek saya… (dalam hati saya “ooo” berarti lagi lagi ini aneh). Alih alih bisa saya simpulkan ini bukanlah fenomena tanpa sengaja,
bukan juga karena pengetahuan orang tua yang terbatas akan barang-barang
modern. tetapi hal ini juga sering terjadi di khalayak masyarakat dari kecil
sampai usia tua.
Mari kita
analogikan bersama: otak kita seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa otak
kita ini tidak bisa membatalkan apa yang
telah kita ketahui. Untuk menutupi itu
maka harus ditimpali dengan yang baru, seperti ingatan pada mantan akan hilang
dengan membuka lembar baru dengan orang lain yang lebih membahagiakan eeeaaak :v. seperti air
keruh dalam sebuah gelas. Lalu kemudian
kita menginginkan kejernihan air dalam gelas itu, tetapi tanpa kita membuang yang keruh terlebih dahulu dengan sengaja, nah solusinya hanya satu yaitu menimpali dengan air baru sehingga
air akan tumpah dan kemudian menjadi jernih perlahan.
Kita kembali
ke pembahasan awal,
Maksud dari
analogi saya itu adalah bahwa fenomena seperti rinso itu bukan suatu yang tanpa
sengaja. Itu terjadi karena seringnya telinga dan mata kita mendengar dan melihatnya. Terlalu
seringnya iklan itu di tampilkan dan di dendangkan, sehingga ingatan kita
tentang deterjen memiliki banyak merk itu perlahan hilang dan hanya berpusat
pada satu merk. Perilaku menampilkan sesuatu yang sama secara berulang-ulang inilah kemudian
disebut dengan redundansi. Sehingga pengetahuan yang terulang itu akan membanjiri
otak dan berkenalan dengan akal pikiran kita ( maka tak heran kita hafal dengan
sendirinya secara perlahan).
Nah coy, sekarang
kita tahu bahwa mengulang-ulang sesuatu yang sama itu adalah redundans theory sehingga
menimbulkan daya ingatan yang kuat bagi korbannya, dan jangan salah, kita juga
sering sengaja menjadi dirikita sendiri sebagai korban redundans, agar dapat menghafal sesuatu. Hehee, benar juga dalam bahasa lain ia disebut
takror atau mengulang-ulang, kalo kita jadi objeknya(korbannya) berarti kita ditakror iii. Sekian terimakasih... 😁
wahai orang orang yang susah move on janganlah kalian meredundansi ingatan soal mantan. Wkwk
wahai orang orang yang susah move on janganlah kalian meredundansi ingatan soal mantan. Wkwk
Rik,
Pasuruan,
maret 2020
Keren Bung
BalasHapus